Minggu, 07 Agustus 2011

Resensi Buku Non Fiksi: Pandji - Nasional.Is.Me

Indonesia Gak Butuh Revolusi


Judul: Nasional.Is.Me
Penulis: Pandji Pragiwaksono
Penerbit: Bentang Pustaka
Penyunting: Ikhdah Henny
Pemeriksa Aksara: Nunung
Tebal: xiv + 330 hlm
Harga: Rp54.000
Rilis: Juli 2011 (Cet. I)
ISBN: 9786028811538

Gue bukannya mau menjelek-jelekkan negara lain, gue mau bilang bahwa Indonesia itu tidak buruk-buruk amat.

Hanya saja orang Indonesia terlalu sering fokus pada kesalahan Indonesia sehingga lupa untuk menyadari kebaikan dan potensi Indonesia.


Awal-awal tayang di MetroTV, aku selalu berusaha untuk menonton acara “Provocative Proactive” yang aku tahu dicetuskan oleh Pandji. Acaranya segar, nggak seperti acara sindiran politik lain yang terkesan nyinyir. Tapi, lama kelamaan kok ya kadang ikutan nyinyir juga. Jadilah, aku cuman sesekali waktu saja menyempatkan melirik aksi Pandji and the gank di acara itu.

Membaca buku ini juga imbas dari kegemaranku menonton acara itu. Ketika menemukannya kali pertama di stand Mizan di Pesta Buku Jakarta 2011, tak perlu berpikir dua kali untuk mencomot buku dengan kaver keren dan judul yang cukup persuasif ini. Sewaktu membacanya pun cukup menyenangkan, bahkan di saat-saat tertentu mengobarkan semangat nasionalisme yang bersemayam di kalbu. Dengan bahasa yang se-persuasif judulnya, Pandji menelusup ke bilik hati, mengetuk, dan mempertanyakan tiga hal:
1. seberapa kenal kamu pada Indonesia-mu?
2. apa passion-mu?
3. apa karya yang telah kau hasilkan untuk masa depan bangsamu?

dan aku harus merenung, mencoba mencari jawaban yang pas untuk ketiga pertanyaan itu. Ketemu? Enggak! Yang ada cuman tinggal rasa percaya diri sendiri untuk merealisasikan jawabanku atas pertanyaan itu kelak untuk masa depan bangsaku.

Pandji juga secara lantang mendaftar apa yang sudah diupayakannya untuk kemajuan Indonesia. Nyombong? Menurutku tidak. Rangkaian kalimatnya sih memang memantik rasa untuk berteriak, sok banget sih lo! Tapi justru kata itu luruh dengan sendirinya ketika tiga pertanyaan di atas kurenungkan kembali. Pandji hanya sekadar menunjukkan jawabannya atas tiga pertanyaan itu. Dia ingin pembaca terbangkitkan jiwanya untuk bertindak, untuk bergerak, untuk berikhtiar, bukan hanya diam, menggerutu, protes, mengeluh pada Indonesia.

Dalam buku ini, Pandji mengupas semangat demokrasi melalui reaksi kita pada geliat bangsa Indonesia, ketika: Timnas Sepakbola harus berjuang mati-matian menembus kompetisi internasional, apa yang kamu lakukan?; pemboman teroris yang mengoyak negeri hingga terwujud gerakan #IndonesiaUnite, apa yang kamu lakukan; dan isu-isu keindonesiaan lainnya. Sebagaimana disebutkan di bagian pengantar, buku ini semula berbentuk e-book dan disebarkan secara gratis oleh Pandji. Hal tersebut jelas menunjukkan betapa ia adalah anak muda yang mencintai negaranya secara maksimal. Dia tidak tinggal diam. Dia berusaha. Kamu? A…ku?

Oke, untuk pemeriksa aksaranya mohon untuk lebih jeli lagi yaa…masih cukup banyak typo di buku keren ini. Mengganggu sih enggak, tapi kalau lebih rapi lagi secara teknis, pasti makin siiiippp kan bukunya.

Oiya, buku ini tentu saja ditulis dari sudut pandang Pandji yang pastinya banyak sekali unsur subjektivitasnya, apalagi ada di beberapa tempat ia juga mengutip sumber yang tidak dicantumkan secara lengkap. Tidak semua juga pemikiran Pandji harus kamu (aku) terima, kan? Yang sudah jelas adalah ajakannya untuk lebih mengenali Indonesia kita tercinta, memukan passion masing-masing, agar kita bisa membuktikan bahwa kita punya karya terbaik untuk masa depan bangsa ini.

MERDEKA!

Indonesia adalah negara yang luar biasa.
Saya tahu karena saya melihat dengan mata kepala saya sendiri.
Bukan karena saya baca.
……
Mengubah hari ini, bisa jadi sudah terlambat. Pertanyaannya, maukah Anda jadi orang yang mengubah masa depan?
Maukah?
Ataukah Anda hanya mau jadi orang yang ngomel-ngomel saja?
(hlm. 327)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar