Minggu, 08 Januari 2012

[Resensi Novel Fantasy] The Hunger Games by Suzanne Collins

Sadis!
Read in January, 2012, read count: 1

Rating: 3,5 out of 5 star



Judul: The Hunger Games (Buku #1)
Pengarang: Suzanne Collins

Penerjemah: Hetih Rusli

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Genre: Fantasy
Tebal: 408 hlm

Harga: Rp58.000

Rilis: Oktober 2009 (cet. 1)

ISBN: 978-979-22-5075-6


Summary

Katniss Everdeen sudah menjadi tulang punggung keluarga sejak ayahnya tewas kecelakaan di tambang batu bara distriknya dan sang ibu yang terus menerus bergelung dalam kesedihan sehingga ia kehilangan kepercayaan padanya. Bersama sahabat karibnya, Gale, ia berburu ke hutan yang merupakan zona terlarang demi menghidupi keluarganya, ibu dan Prim, adik yang sangat disayanginya. Tiap tahun negara Panem menyelenggarakan sebuah acara reality show bertajuk Hunger Games dengan masing-masing dua peserta dari 12 distrik yang ada. Hunger Games adalah permainan maut. Peserta ditempatkan pada suatu lokasi dan dibiarkan saling bertarung hingga tersisa peserta akhir yang menjadi pemenang. Secara tak terduga, tahun ini nama Prim terpilih untuk mewakili distrik 12. Tentu saja, Katniss tak rela adiknya yang rapuh terlibat permainan mematikan itu, maka dengan sebongkah keberanian terakhir yang dimilikinya ia mengajukan diri untuk menggantikan Prim. Sejak saat itu, kehidupannya berubah total. Bersama dengan Peeta, peserta laki-laki dari distrik 12, Katniss merelakan dirinya berjibaku dalam Hunger Games yang dari waktu ke waktu direkam kamera dan disiarkan ke seantero negara. Brehasilkah upaya Katniss mengalahkan 22 peserta dari distrik lainnya? Apakah pada akhirnya dia juga harus berhadapan dengan Peeta? Apakah ia sanggup menembakkan anak panahnya tepat ke jantung Peeta, yang baru diingatnya pernah menyelamatkannya itu di masa-masa sulitnya dulu dan getaran aneh di hatinya setiap berdekatan dengannya? Apakah ciuman yang mereka lakukan hanya sekadar akting? Ikutilah pergolakan lahir-batin Katniss melalui petualangan hidup dan mati dalam buku kesatu dari serial Hunger Games karya Suzanne Collins ini.


Fiuhhh, akhirnya berhasil juga merampungkan-baca novel ini. Tak diragukan lagi, di antara teman-teman Goodreads Indonesia dan Blogger Buku Indonesia (khususnya pencinta kisah fantasy), buku ini adalah salah satu buku fantasy favorit. Dan dengan segala hype-nya menjelang rilis versi filmnya di bulan Maret mendatang, buku ini kembali mengemuka. Meskipun, di saat saya mencomot buku ini, saya memperolehnya dengan diskon 70%. OMG! Shocking, right? Buku yang masih begitu popular malah sudah masuk kotak obralan. Lucky me, donk! Hahahaha.

Sampul
Hmm. Kita mulai dari sampulnya ya. Aku bukan seseorang yang pandai menilai sesuatu yang kreatif menyangkut gambar, walaupun di masa kanak-kanak dulu aku begitu tergila-gila dengan kegiatan menggambar. God, but... I do love the cover of this book. Definitely stunning. Cukup dengan logo pin mockingjay yang juga menjadi ikon di sepanjang cerita dan diemboss di sampul depannya. Bagus. Latar warna hitam yang memenuhi sampulnya juga menonjolkan pin tersebut, ditambah aksen abstrak di sekitarnya (yang tak kuketahui apa maknanya, hahaha). Bagiku yang agak kurang menarik adalah font yang digunakan untuk menuliskan judul dan nama pengarangnya. Entahlah, too simple. Memang futuristik dan berkarakter kuat, disesuaikan dengan intensitas ketegangan yang ada di sepanjang cerita, tapi... tetap, bagiku kurang begitu “nyeni” hahaha. Dan, thankyou karena keterangan award dari buku ini tidak dipampang besar-besar. Kecil, namun tetap dapat terbaca dengan jelas.

Sedangkan, untuk sampul belakangnya. Tagline-nya cukup mengena, “Dua puluh empat peserta. Hanya satu pemenang yang selamat.” Wew, sudah jelas, di benak langsung terlintas semacam action games berdarah-darah yang menegangkan. Jempol. Yang agak menyulitkan adalah jenis warna yang digunakan untuk menuliskan sinopsisnya. Bagiku pribadi, itu kurang cerah dan tenggelam dalam warna latar hitamnya. Jadi, buku ini hanya dijual dengan penerangan cukup, biar sinopsis bisa terbaca. Jangan coba-coba menjual/membelinya di black market karena akan sulit membaca kata-katanya. Hahaha. Overall, setengah bintang untuk sampulnya. Btw, pin mockingjay-nya pengen punya, euy! Di IndoHungerGames ada jual nggak, ya?

Karakter
Siapa yang sudah membaca dan menemukan ada kegoyahan pada tiap karakter di buku ini? Kalau aku sih, cukup puas dengan hampir semua karakternya. Terkadang ketika membaca novel, ada saja karakter yang tertukar-tukar dalam perspektifku. Tapi, aku tidak mengalaminya di sini. Aku bisa membedakan masing-masing karakaternya. Katniss, Peeta, Gale, Haymitch, Effie, Prim, Cinna, bahkan Madge. Meskipun beberapa karakter figuran juga sulit dirasa karena memang tidak ditampilkan secara gamblang. Gelagat gelisah Katniss, sikap acuh tak acuh Peeta, dan ketulusan Rue adalah yang paling membekas di ingatanku. Meskipun Gale juga menggoreskan kenangan tak terlupakan karena dia lah yang membuat Katniss terlihat sedemikian tangguh. Semoga di buku kedua, Gale lebih banyak porsinya. Dari sini, maka satu bintang kusematkan pada departemen karakter.

Cerita
Jangan anggap serius kisah novel ini. Namanya juga buku fantasy, kalau jadinya seliar ini ya, nggak papa, kan? Bahkan ketika ditanya teman tentang buku ini dan kuberitahukan garis besar isi buku, si teman mengingatkan, “Jangan sering-sering baca buku begituan, ya?” ups, aku jadi agak kesentil juga. Namun, sejak mula, aku memang sudah menetapkan, selain kitab suci dan buku keagamaan, buku-buku umum yang kubaca adalah sebatas hiburan dan media penggalian informasi. Maka, segala hal apapun, seliar apa pun, aku tetap bisa menyaringnya dan bilang, “Oh, ini cuman cerita, kok!”

Benar kata teman-teman yang sudah baca. Buku ini memang sadis. Entah terpengaruh budaya permisif yang mulai makin tak terkendali ataukah para penikmat seni sudah jenuh dengan yang biasa-biasa saja. Kesadisan dan nudisme tidak hanya menggejala di buku cerita. Coba tengok saja film-film serial yang bisa tayang di televisi untuk konsumsi umum, adegan telanjang atau bacok-bacokan sudah biasa. Darah muncrat dengan organ tubuh robek bukan lagi adegan yang perlu disamarkan. Semua serba diperlihatkan. Saya masih geleng-geleng kepala kalau melihat ulang serial True Blood. Fiuuhhh, kipas-kipas, deh! Jadi, kesadisan di buku ini pun tak lagi perlu dipermasalahkan, cukup dipahami bahwa ini memang untuk kepentingan jalan cerita.

Terkadang aku masih merasakan keengganan pengarang untuk menonjolkan tokoh utama. Beberapa tokoh sekutu yang terlibat secara emosional dengan tokoh utama dibuat sengsara tidak melalui keterlibatan tokoh utama secara langsung. Pertarungan juga terkesan minim, meskipun aku tak terganggu, karena petualangan Katniss untuk bertahan hidup di sepanjang cerita sudah begitu mengenaskan. Aku juga bersyukur beberapa peserta dibuat tewas dengan tanpa melibatkan tokoh utama. Meskipun inti cerita mirip film-film kompetisi tarung seperti di film-film murah Van Damme yang dulu sempat booming, satu bintang tetap kuberikan untuk ide ceritanya.

Setting dan kelengkapan cerita
Sepanjang membaca aku mencoba larut dalam logika sejauh yang bisa kutangkap. Aku masih kesulitan bagaimana (dalam keterbatasan pengetahuan soal produksi film) tim penyelenggara Hunger Games mengatur posisi kamera pada keseluruhan setting sehingga bisa menangkap setiap ekspresi. Apakah lokasi pertarungan di ibukota negara Panem, Capitol, ini serupa kota dalam kaca yang ada remote control-nya? Aku mencoba membayangkan setting fantastis yang pasti rumit. Hmm, aku tidak akan menyiksa diri sendiri dengan memikirkannya, kita tunggu saja, apakah production house yang membuat filmnya (Lionsgate) sanggup menyajikan setting lokasi yang menawan.

Aku masih mencoba memvisualisasi keseluruhan setting cerita. Dan, memang berkesan futuristik bercampur dengan alam liar yang tradisional. Sudut pandang “aku” dari Katniss memang membatasi informasi yang ada (membebaskan pembaca untuk berimajinasi) namun aku jadi tak bisa menganalisis bagaimana menghadirkan alam yang dipenuhi binatang-binatang yang sudah beradaptasi dengan suhu udara yang bisa diatur, sungai yang bisa diatur, bahkan ketersediaan air yang bisa diatur. Hmm, bagaimana tetumbuhan dan hewan digambarkan sangat bagus itu di tengah setting lokasi yang seolah-olah buatan? Sekali lagi, aku bersabar menunggu setting yang dibuat tim produksi filmnya. Setengah bintang untuk setting cerita ini.

Teknis cetakan
Hmm, berikut laporan temuan typo yang sayangnya lebih dari batas toleransiku (5 buah):

(hlm. 44) ketakukan = ketakutan
(hlm. 119, 304) menujukkan = menunjukkan
(hlm. 151) berterak = berteriak
(hlm. 152-153) terdapat dialog yang kurang tanda baca petik dua (“)
(hlm. 173) sekadang = sekarang
(hlm. 176) berasa = berasal
(hlm. 246) mengelilingmu = mengelilingimu
(hlm. 263) ...yang mereka memiliki untuk.. = miliki
(hlm. 264) Aku melihat anak lelaki dari Distrik 1, Rue. Aku tidak tahu kalimat asli (dalam bahasa inggrisnya) tapi lebih baik diberikan kata sambung dan daripada diberikan tanda baca koma di antara Distrik 1 dan Rue.
(hlm. 287) kelebihan tanda baca petik dua (“) padahal belum dimulai dialog
(hlm. 293) keadaanya = keadaannya
(hlm. 397) Haymich = Haymitch

Dan beberapa lagi yang lain yang terlupa kuberikan penanda. Tapi cukuplah segitu untuk membuatku agak kecewa. Tegang memang, tapi terkadang jadi buyar karena terselip typo-typo tersebut. Dan, aku juga masih agak kecewa dengan penulisan wali kota yang tidak konsisten, kadang menggunakan kapital kadang enggak, dan tidak jelas maksudnya apa, karena tidak merujuk kata sapaan juga ketika dicetak kapital. Serta, kata kuatir. Mengapa tidak pakai khawatir, sih?

Untuk jenis font dan ukurannya pas di mataku. Nggak bikin capek. Mungkin layout akan tambah cantik jika disertai peta lokasi seperti pada beberapa buku-buku fantasy lain. Pengen bisa mengetahui batas-batas wilayah masing-masing distrik dan posisi Capitol ada di bagian mananya dari distrik yang berbeda-beda fungsinya itu.
Setengah bintang untuk teknis cetakannya.

Baiklah jika ditotal maka tiga setengah (3,5) bintang untuk buku ini. Makin penasaran untuk melanjutkan ke buku keduanya.

Selamat membaca, kawan!

4 komentar:

Dewi mengatakan...

yang bikin penasaran, beli dengan diskon 70% nya dimaanaaaa???

ijul (yuliyono) mengatakan...

@A.S.Dewi...pas tahun kemaren kan Gramedia suka bikin sale, dan kebetulan sering maen ke Trimedia Ambasador...di situ deh ada yang disc. 70%, dan kebetulan lagi HG+CF jg disc. langsung smber deh tuh...:)

Helvry Sinaga mengatakan...

wah tau gitu nitip mas Ijul | diskon 70%

btw reviewnya mas ijul memang sampai ke inti (baca: proofread) mantappp

ijul (yuliyono) mengatakan...

@Helvry... dapet taon lalu, bang, kupikir udah pada tau jadi aku nggak koar-koar waktu itu, hehehe....secara taon 2011 Gramedia sale di mana-mana kan?

Posting Komentar